Book Details
⚡️Book Title : Al Muwaththa Jilid 2
⚡Book Author : Malik Ibn Anas
⚡Page : 720 pages
⚡Published September 1st 2006 by Pustaka Azam
Al Muwaththa Jilid 2 - Penulis : Imam Malik bin Anas Penerbit : Pustaka Azzam Biografi Imam Malik Sejak lahir diberi nama Malik putra Anas Ibnu Malik (panggilan sehari-harinya Abu Amir) al-Ashbahi (nama dinasti raja-raja yang pernah bertahta di Yaman) al-Himyari. Datuk Imam Malik tergolong sahabat besar, reputasi kemiliterannya mencakup seluruh ghazwah yang dipimpin langsung oleh Nabi/Rasulullah SAW selain perang Badar. Anas ayah kandungnya tergolong tabiin sendor. Beliau adalah seorang di antara keempat pemikul keranda jenazah Khalifah Utsman bin Affan pada malam pemakamannya. Malik dilahirkan pada tahun 93 hijrah dari rahim Ibu yang mengandungnya selama 3 (tiga) tahun. Imam Malik kelak akan dikenal dengan sebutan Imamu Daril-hijrah, lantaran lahir dan meninggal serta aktif mengabdikan seluruh karier keulamaannya di Madinah tempat hijrah Rasulullah SAW. Beliau wafat pada tanggal 11 Rabiul-awal 179 H. dalam usia 87 tahun yang sebagian besar masa hidupnya (60 tahun) difungsikan pada maqam ifta dan ijtihad di Madinah. Rasa mahabbah kepada Rasulullah SAW sudah sedemikian melekat sehingga seperti dinyatakan oleh Imam Malik tidak sekali aku tidur pada malam hari kecuali aku bermimpi melihat Rasulullah SAW. Khazanah ilmu Imam Malik seluruhnya diperoleh melalui ulama-ulama Madinah, termasuk di dalamnya Zaid Ibnu Aslam, Nafi Maula Abdullah Ibnu Umar, Syuraik Ibnu Ubdillah, Ibnu Syhihab al-Zuhri, Said al-Maqburi dan Naim al-Mujmir. Ada juga Ibnu Malik menimba ilmu pengetahuan keislaman dari ulama yang berasal dari luar Madinah, semisal Abu al-Zubar dari Makkah, Humaid al-Thawil dan Ayub al-Syakhtiyani dari Basrah, Atha Ibnu Abi Rabah dari Khurasan, Abdul Karim dari Jazirah dan Ibrahim Ibnu Ablah dari Syam/Syiria. Proses pemantapan ilmu Imam Malik dicapai antara lain melalui aktivitas tukar menukar informasi keilmuan dengan ulama seperiode beliau, seperti Yahya Ibnu Said al-Qathan, al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Sufyan Ibnu Uyainah, Laits Ibnu Saad dan Ibnu Juraij. Murid asuhan Imam Malik sebagian menjadi ulama terkenal seperti Abdullah Ibnu al-Mubarak, Abd. Rahman al-Mahdi, Imam Muhammad Ibnu Idris al-Syafii, Abu Ishaq al-Fazari dan lain-lain. Sebagian murid lainnya kelak menjadi pejabat teras, seperti Abu Jafar al-Manshur, Harus al-Rasyid dan kedua putera beliau al-Mamun dan al-Amin. Sementara sejarawan memasukkan al-Mahdi dan al-Hadi sebagai murid Imam Malik juga. Seorang bekas murid asuhan beliau kelak menjadi sufi kenamaan, yaitu Dzun-Nun al-Mishri. Kitab al-Muwaththa Bermodal perbendaharaan hadis sekitar 100.000 di tempuh proses penapisan yang menyita waktu 40 tahun dan setelah dikonsultasikan kepada 70 orang ulama hadis/fiqh yang berdomisili di Madinah, berkesedahan dengan kemantapan Imam Malik untuk membukukan 1.700 buah hadis dalam al-Muwaththa. Jumlah tersebut menurut perhitungan Abu Bakar al-Abhari terdiri atas perpaduan hadis marfu dengan perincian sebagai berikut : a. 600 hadis musnad, termasuk di dalamnya 132 hadis bersanad silsilatul-zahab/asshhul-asanid ; b. 222 hadis mursal ; c. 613 hadis mauquf dan d. 285 qaul tabiin. Keberagaman latar belakang mutu sanad hadis-hadis yang dimuat dalam koleksi al-Muwaththa agaknya selaras dengan sikap ulama hadis saat itu amat memberi kelonggaran terhadap sanad yang inqita (menunjuk keterputusan) sehingga berakibat adanya hadis mursal, mudhal dan munqathi. Penghargaan tinggi terhadap atsar shahabi, tutur nasehat yang puitis (baaghiah) dari kalangan tokoh tabiin ikut mempengaruhi proses pemuatan informasi non hadis itu di dalam al-Muwaththa. Teramat mudah agaknya bila seorang mencurigai keter putusan sanad dalam al-Muwaththa, sebab dibanyak tempat ada penegasan Imam Malik balaghanitanpa menyebut terus terang nara sumbernya, demikian pula suatu hadis di infor masikan dari seorang tsiqah tanpa dilengkapi dengan nama orang tersebut. Edisi al-Muwaththa bermacam-macam dengan sistematika beragam dan yang paling populer adalah format Sulaiman Ibnu Khalaf al-Baji (wafat 474 H). Format dan sistematika al-Muwaththa bisa demikian tersebab oleh faktor personalia perawi yang mendapat perkenan dalam memasyarakat kan al-Muwaththa mencapai 993 orang. Salah seorang yang terpandang sebagai perawi paling akurat adalah Abdullah Ibnu Maslamah al-Qanabi yang belakangan dikenal sebagai guru hadis Imam Muslim. Sistematika al-Muwaththa yang kini beredar di tengah-tengah masyarakat mempertahankan tata urutan sebagai berikut : 1) Hadis-hadis musnad/mursal dengan memperioritaskan hadis eks riwayat Ulama Hijaz ; 2) Keputusa/penetapan hukum (qadhaya) Umar Ibnu Khattab ; 3) Tradisi amal perbuatan Abdullah Ibnu Umar ; 4) Seleksi qaul atau fatwa tokoh-tokoh tabiin dan 5) Perilaku keagamaan penduduk Madinah. Pola penyajian hadis nabawi diiringi kemudian dengan qaul sahabat dan fatwa tabiin dikandung maksud bahwa fatwa dan qaul tersebut difungsikan sebagai penjelas langsung terhadap hadis nabawi setempat. Oleh karenanya betapa tampaknya sebuah riwayat sekilas mursal, namun tidak sulit menemukan hadis yang mendukungnya. Perhatian khusus diberikan kepada qadhaya (keputusan/penetapan hukum) Umar Ibnu Khathab dimotifisir oleh gagasan atas rayu Umar banyak sejalan dengan wahyu khususnya wahyu al-Quran, lagi pula dalam setiap proses menjatuhkan keputusan hukum/penetepan hukum beliau senantiasa melibatkanAhlu Syura yang terdiri atas sahabat senior, seperti Utsman Ibnu Affan, Ali Ibnu Abi Thalib, Thalhah, Zubair Ibnu Awwam, Saad Abd. Rahman Ibnu Auf dan lain-lain. Perihal amaliah Abdullah Ibnu Umar dalam al-Muwaththa dirangsang oleh pengakuan terbuka para sahabat senior betapa Ibnu Umar itu dikenal amat disiplin (istiqamah), figur teladan serta kokoh semangat upayanya dalam melestarikan nilai-nilai keaslian atsar. Seleksi qaul/fatwa tabiin berikut perilaku (amal) penduduk Madinah mewarnai koleksi al-Muwaththa atas dasar kota Madinah beserta penduduknya merupakan proto type masyarakat muslim yang menjadi pilot proyek pencontohan sejak dikelola langsung oleh kepemimpinan Rasulullah SAW, Khulafaur-rasyidin dan sesudah periode mereka para tabiinlah yang menggantikan fungsi umat dalam mencari rujukan fatwa. Koleksi hadis dalam al-Muwaththa lebih ditekankan pada hadis bermateri hukum yang bervariasi hampir seluruh bab-bab dalam sub disiplin ilmu fiqh, bahkan sebagian ulama (seperti Ibnu Hamz) kitab tersebut dianggap sebagai kodifikasi fiqh terpadu dengan hadis. Anggapan tersebut cukup punya latar belakang alasan, antara lain : Al-Muwaththa memuat dalam jumlah besar qaul shahabi, fatwa mereka dan fatwa ulama generasi tabiin. Fatwa lebih dekat pada sifat penghayatan religious, sedangkan hadis butuh fakta historis yang terdiri atas informasi doktrin yang bersifat absolut ; Ulama dan penganut madzhab Maliki telah menjadi kan al-Muwaththa sebagai referensi utama faham fiqh mereka. Lebih-lebih dalam al-Muwaththa tersajikan banyak informasi tentang perilaku (konvensi) penduduk Madinah, hal itu lebih menonjolkan unsur fiqh amali; Khalifah Abu Jafar al-Manshur dan harun al-Rasyid pernah mendesak agar al-Muwaththa diperlakukan sebagai konstitusi negara, betapa kemudian Imam Malik menyatakan keberatan terhadap gagasan tersebut ; Di sela-sela penyajian hadis bisa didapati fatwa hukum yang sengaja diketengahkan oleh Imam Malik atau fatwa ulama mujahid dari generasi tabiin. Perihal nama al-Muwaththa yang terpasang pada koleksi hadis-hadis Imam Malik berasal dari sikap kecoco kan/persetujuan 70 ulama Madinah yang menjadi konsultan beliau terhadap mutu koleksi tersebut dan nyatanya mudah diterima masyarakat.
Al Muwaththa Jilid 2
Penulis : Imam Malik bin Anas Penerbit : Pustaka Azzam Biografi Imam Malik Sejak lahir diberi nama Malik putra Anas Ibnu Malik (panggilan sehari-harinya Abu Amir) al-Ashbahi (nama dinasti raja-raja yang pernah bertahta di Yaman) al-Himyari. Datuk Imam Malik tergolong sahabat besar, reputasi kemiliterannya mencakup seluruh ghazwah yang dipimpin langsung oleh Nabi/Rasulullah SAW selain perang Badar. Anas ayah kandungnya tergolong tabiin sendor. Beliau adalah seorang di antara keempat pemikul keranda jenazah Khalifah Utsman bin Affan pada malam pemakamannya. Malik dilahirkan pada tahun 93 hijrah dari rahim Ibu yang mengandungnya selama 3 (tiga) tahun. Imam Malik kelak akan dikenal dengan sebutan Imamu Daril-hijrah, lantaran lahir dan meninggal serta aktif mengabdikan seluruh karier keulamaannya di Madinah tempat hijrah Rasulullah SAW. Beliau wafat pada tanggal 11 Rabiul-awal 179 H. dalam usia 87 tahun yang sebagian besar masa hidupnya (60 tahun) difungsikan pada maqam ifta dan ijtihad di Madinah. Rasa mahabbah kepada Rasulullah SAW sudah sedemikian melekat sehingga seperti dinyatakan oleh Imam Malik tidak sekali aku tidur pada malam hari kecuali aku bermimpi melihat Rasulullah SAW. Khazanah ilmu Imam Malik seluruhnya diperoleh melalui ulama-ulama Madinah, termasuk di dalamnya Zaid Ibnu Aslam, Nafi Maula Abdullah Ibnu Umar, Syuraik Ibnu Ubdillah, Ibnu Syhihab al-Zuhri, Said al-Maqburi dan Naim al-Mujmir. Ada juga Ibnu Malik menimba ilmu pengetahuan keislaman dari ulama yang berasal dari luar Madinah, semisal Abu al-Zubar dari Makkah, Humaid al-Thawil dan Ayub al-Syakhtiyani dari Basrah, Atha Ibnu Abi Rabah dari Khurasan, Abdul Karim dari Jazirah dan Ibrahim Ibnu Ablah dari Syam/Syiria. Proses pemantapan ilmu Imam Malik dicapai antara lain melalui aktivitas tukar menukar informasi keilmuan dengan ulama seperiode beliau, seperti Yahya Ibnu Said al-Qathan, al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Sufyan Ibnu Uyainah, Laits Ibnu Saad dan Ibnu Juraij. Murid asuhan Imam Malik sebagian menjadi ulama terkenal seperti Abdullah Ibnu al-Mubarak, Abd. Rahman al-Mahdi, Imam Muhammad Ibnu Idris al-Syafii, Abu Ishaq al-Fazari dan lain-lain. Sebagian murid lainnya kelak menjadi pejabat teras, seperti Abu Jafar al-Manshur, Harus al-Rasyid dan kedua putera beliau al-Mamun dan al-Amin. Sementara sejarawan memasukkan al-Mahdi dan al-Hadi sebagai murid Imam Malik juga. Seorang bekas murid asuhan beliau kelak menjadi sufi kenamaan, yaitu Dzun-Nun al-Mishri. Kitab al-Muwaththa Bermodal perbendaharaan hadis sekitar 100.000 di tempuh proses penapisan yang menyita waktu 40 tahun dan setelah dikonsultasikan kepada 70 orang ulama hadis/fiqh yang berdomisili di Madinah, berkesedahan dengan kemantapan Imam Malik untuk membukukan 1.700 buah hadis dalam al-Muwaththa. Jumlah tersebut menurut perhitungan Abu Bakar al-Abhari terdiri atas perpaduan hadis marfu dengan perincian sebagai berikut : a. 600 hadis musnad, termasuk di dalamnya 132 hadis bersanad silsilatul-zahab/asshhul-asanid ; b. 222 hadis mursal ; c. 613 hadis mauquf dan d. 285 qaul tabiin. Keberagaman latar belakang mutu sanad hadis-hadis yang dimuat dalam koleksi al-Muwaththa agaknya selaras dengan sikap ulama hadis saat itu amat memberi kelonggaran terhadap sanad yang inqita (menunjuk keterputusan) sehingga berakibat adanya hadis mursal, mudhal dan munqathi. Penghargaan tinggi terhadap atsar shahabi, tutur nasehat yang puitis (baaghiah) dari kalangan tokoh tabiin ikut mempengaruhi proses pemuatan informasi non hadis itu di dalam al-Muwaththa. Teramat mudah agaknya bila seorang mencurigai keter putusan sanad dalam al-Muwaththa, sebab dibanyak tempat ada penegasan Imam Malik balaghanitanpa menyebut terus terang nara sumbernya, demikian pula suatu hadis di infor masikan dari seorang tsiqah tanpa dilengkapi dengan nama orang tersebut. Edisi al-Muwaththa bermacam-macam dengan sistematika beragam dan yang paling populer adalah format Sulaiman Ibnu Khalaf al-Baji (wafat 474 H). Format dan sistematika al-Muwaththa bisa demikian tersebab oleh faktor personalia perawi yang mendapat perkenan dalam memasyarakat kan al-Muwaththa mencapai 993 orang. Salah seorang yang terpandang sebagai perawi paling akurat adalah Abdullah Ibnu Maslamah al-Qanabi yang belakangan dikenal sebagai guru hadis Imam Muslim. Sistematika al-Muwaththa yang kini beredar di tengah-tengah masyarakat mempertahankan tata urutan sebagai berikut : 1) Hadis-hadis musnad/mursal dengan memperioritaskan hadis eks riwayat Ulama Hijaz ; 2) Keputusa/penetapan hukum (qadhaya) Umar Ibnu Khattab ; 3) Tradisi amal perbuatan Abdullah Ibnu Umar ; 4) Seleksi qaul atau fatwa tokoh-tokoh tabiin dan 5) Perilaku keagamaan penduduk Madinah. Pola penyajian hadis nabawi diiringi kemudian dengan qaul sahabat dan fatwa tabiin dikandung maksud bahwa fatwa dan qaul tersebut difungsikan sebagai penjelas langsung terhadap hadis nabawi setempat. Oleh karenanya betapa tampaknya sebuah riwayat sekilas mursal, namun tidak sulit menemukan hadis yang mendukungnya. Perhatian khusus diberikan kepada qadhaya (keputusan/penetapan hukum) Umar Ibnu Khathab dimotifisir oleh gagasan atas rayu Umar banyak sejalan dengan wahyu khususnya wahyu al-Quran, lagi pula dalam setiap proses menjatuhkan keputusan hukum/penetepan hukum beliau senantiasa melibatkanAhlu Syura yang terdiri atas sahabat senior, seperti Utsman Ibnu Affan, Ali Ibnu Abi Thalib, Thalhah, Zubair Ibnu Awwam, Saad Abd. Rahman Ibnu Auf dan lain-lain. Perihal amaliah Abdullah Ibnu Umar dalam al-Muwaththa dirangsang oleh pengakuan terbuka para sahabat senior betapa Ibnu Umar itu dikenal amat disiplin (istiqamah), figur teladan serta kokoh semangat upayanya dalam melestarikan nilai-nilai keaslian atsar. Seleksi qaul/fatwa tabiin berikut perilaku (amal) penduduk Madinah mewarnai koleksi al-Muwaththa atas dasar kota Madinah beserta penduduknya merupakan proto type masyarakat muslim yang menjadi pilot proyek pencontohan sejak dikelola langsung oleh kepemimpinan Rasulullah SAW, Khulafaur-rasyidin dan sesudah periode mereka para tabiinlah yang menggantikan fungsi umat dalam mencari rujukan fatwa. Koleksi hadis dalam al-Muwaththa lebih ditekankan pada hadis bermateri hukum yang bervariasi hampir seluruh bab-bab dalam sub disiplin ilmu fiqh, bahkan sebagian ulama (seperti Ibnu Hamz) kitab tersebut dianggap sebagai kodifikasi fiqh terpadu dengan hadis. Anggapan tersebut cukup punya latar belakang alasan, antara lain : Al-Muwaththa memuat dalam jumlah besar qaul shahabi, fatwa mereka dan fatwa ulama generasi tabiin. Fatwa lebih dekat pada sifat penghayatan religious, sedangkan hadis butuh fakta historis yang terdiri atas informasi doktrin yang bersifat absolut ; Ulama dan penganut madzhab Maliki telah menjadi kan al-Muwaththa sebagai referensi utama faham fiqh mereka. Lebih-lebih dalam al-Muwaththa tersajikan banyak informasi tentang perilaku (konvensi) penduduk Madinah, hal itu lebih menonjolkan unsur fiqh amali; Khalifah Abu Jafar al-Manshur dan harun al-Rasyid pernah mendesak agar al-Muwaththa diperlakukan sebagai konstitusi negara, betapa kemudian Imam Malik menyatakan keberatan terhadap gagasan tersebut ; Di sela-sela penyajian hadis bisa didapati fatwa hukum yang sengaja diketengahkan oleh Imam Malik atau fatwa ulama mujahid dari generasi tabiin. Perihal nama al-Muwaththa yang terpasang pada koleksi hadis-hadis Imam Malik berasal dari sikap kecoco kan/persetujuan 70 ulama Madinah yang menjadi konsultan beliau terhadap mutu koleksi tersebut dan nyatanya mudah diterima masyarakat.
0 Comments